Tuesday, December 25, 2007

3 Hari dalam hidup kita

"Manusia bijak menganggap hanya ada 3 hari dalam
hidupnya: kemarin, hari ini dan esok."

Di hari pertama kuliah, seorang Profesor langsung membagikan kertas ujian kepada para mahasiswa S2-nya.
Tanpa banyak bicara, Profesor mempersilahkan para mahasiswa untuk mengerjakan 3 soal yang sangat mudah:
1. Ada berapa hari dalam satu minggu?
2. Ada berapa hari dalam satu bulan?
3. Ada berapa hari dalam satu tahun?

Hampir semua mahasiswa tentu terbengong-bengong dengan "kualitas" pertanyaan Profesor itu.
Bagaimana mungkin Profesor memberikan pertanyaan semacam itu untuk para mahasiswa S2-nya? Bukankah pertanyaan itu lebih
pantas untuk anak-anak sekolah dasar?
Apakah Profesor sudah kehilangan kesadarannya? Begitu pikir para
mahasiswa. Meski dilihatnya para mahasiwa kebingungan, Profesor tetap tidak bergeming dan meminta mereka mengerjakannya dengan sungguh-sungguh.
Waktu yang diberikannya cukup lama: 1 jam.

Ketika 1 jam telah berlalu, Profesor mengumpulkan dan memeriksa satu persatu kertas ujian para mahasiswa barunya. Setelah sekian menit memelototi kertas-kertas itu tiba-tiba ia bangkit, dan berkata, "Hanya satu mahasiswa yang menjawab benar!" Tentu
saja ini disambut dengan kegaduhan.
"Jawaban yang benar adalah, baik nomor 1, 2 dan 3, jawabannya sama:tiga!" sambung Profesor diikuti pandangan mata keheranan semua mahasiswanya.
"Benar hanya ada tiga hari di sepanjang masa: kemarin, hari ini dan esok!"
katanya disambut senyum kecut para mahasiswanya.
Benar juga, pikir mereka. "Kenapa saya mengatakan ini?
Karena saya ingin kalian benar-benar memperhatikan apa yang ada di depan mata hari ini, yaitu realitas kalian. Bukan kepada apa yang sudah kalian lakukan kemarin, atau masa lalu yang sebenarnya sudah lewat.
Atau juga tidak mengkhawatirkan hari esok, atau masa depan
yang kebanyakan masih merupakan bayang-bayang! "
katanya.

"Hidup dan berdirilah di tempat yang kalian injak saat ini, dan lakukan yang terbaik, niscaya kalian akan berhasil dalam kuliah dan pekerjaan kalian!"
lanjutnya disambut dengan anggukan paham para mahasiswa.

Apakah Anda memiliki beban masa lalu, atau ketakutan
akan masa depan? Ada baiknya kalau energi negatif itu
Anda gantikan dengan energi positif Anda, sehingga
Anda dapat berdiri tegak hari ini, memperbaiki
kekurangan masa lampau serta mempersiapkan masa depan
yang lebih baik.

JADILAH PELITA

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: "Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok."
Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut.
Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
***
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!" Pejalan itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!"
Si buta tertegun.... Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta." Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.
***
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta tadi. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita saya padam?" Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama."
Senyap sejenak... secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya...," sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.
***
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka."
***
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan "pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.
Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta" walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.
Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.
Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam?
JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita. Sebuah pepatah berusia 25 abad
mengatakan:
Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.
Be happy!